Diduga Tiga Truk Membawa Kayu Tanpa Dokumen Dari Putussibau Menuju Pontianak

Garudaonlinenews.com, Sanggau, Kalbar. Sungguh miris dan sangat memprihatinkan. Semakin hari, kayu yang ada di hutan Kalimantan, khususnya daerah Putussibau, semakin habis dibabat untuk dijadikan kayu olahan. Ini dilakukan oleh para cukong, baik dari penduduk lokal maupun dari pihak luar, untuk dijual belikan kembali ke luar daerah. Tanpa rasa takut dan terkesan kebal hukum, para penegak hukum pun seolah-olah pejam mata.

Berawal dari informasi yang diterima awak media pada Minggu malam, 19/05/2024, bahwa akan ada pengiriman kayu menggunakan tiga buah truk dari Putussibau tujuan Pontianak.

Menurut narasumber, kayu tersebut dikirim oleh Mintua, menggunakan nama Wadeng dari Putussibau, kepada Arik di Pontianak.

“Jam lima sore mereka berangkat dari Putussibau konvoi, Bang,” kata narasumber tersebut lewat pesan WhatsApp.

Tim awak media pada saat menerima informasi tersebut sedang berada di Sekadau, dan pada keesokan harinya,

tepatnya hari Senin, tanggal 20/05/2024, sekitar pukul 15.30, tim kembali mendapat informasi beserta foto bahwa truk tersebut sudah melewati Kota Sintang. Pada pukul 16.30, truk tersebut terpantau oleh awak media melintas di Sekadau.

Dengan menggunakan sepeda motor, tim mencoba membuntuti truk tersebut karena awak media tidak berhak untuk memberhentikannya.

Sampai akhirnya memasuki wilayah Kabupaten Sanggau, tepatnya di Simpang Desa Inggris, truk tersebut berhenti untuk beristirahat. Tim pun berusaha menanyakan kepada sopirnya apa yang dibawa dan dari mana.

Sopirnya pun bilang membawa kayu dari Putussibau. Lebih lanjut, dia bilang kayu mau dibawa ke Pontianak punya Ari katanya.

Saat tim menanyakan kayu jenis apa dan dokumen kayunya, sang sopir menjawab, “Kayu durian, Bang. Punya Ari, anaknya Pak Asu.”

Sedangkan untuk dokumen, dia tidak bisa menunjukkannya dengan alasan dia cuma membawa saja dan tidak tahu masalah dokumen resmi, katanya.

Sopir truk dengan nomor plat KB 8744 FB sudah ditanyakan soal dokumen kayu, namun tidak bisa menunjukkan surat keterangan sah hasil hutan (SKSHH) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman empat tahun penjara.

Diharapkan kepada APH untuk menindak tegas, menangkap, dan memproses para cukong nakal yang telah membabat hutan demi kepentingan pribadi

Redaksi